Secara geografis, kecamatan kabaena merupakan pulau terbesar setelah buton dan Muna di Sulawesi tenggara. Menurut sejarah, dahulu kecamatan kabaena berada di bawah kekuasaan kerajaan Buton sehingga hubungan kekerabatan antara Kabaena dan buton pun sangat erat. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan di wilayah Kabaena termasuk tari Lumense.
Ada yang tahu, Kapan Tari Lumense Biasa dipertunjukkan? ini dia jawabannya. Menyambut tamu pada pesta-pesta, terutama pesta rakyat adalah salah satu tradisi tari lumense digelar atau dipertunjukkan oleh masyakat Kabupaten Bombana. Jumlah Penari dalam tari tradisional ini ada dua belas orang perempuan, sehingga tari tradisional ini termasuk tarian kelompok perempuan. Dari kedua belas orang penari ini, 6 diantaranya berperan sebagai laki-laki dan 6 orang lainnya berperan sebagai perempuan. Semua penari dalam tarian ini menggunakan busana adat Kabaena, bagi para penari yang berperan sebagai perempuan memakai taincombo, taincombo merupakan sebutan baju adat Kabean dengan corak rok berwarna merah marun dan atasan baju hitam dengan bagian bawah baju mirip ikan duyung. Sedangkan untuk penari yang berperan sebagai laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang merah, selain itu Kelompok laki-laki memakai korobi (sarung parang dari kayu) yang disandang di pinggang sebelah kiri,
Awal dari gerakan tari tradisional ini adalah dengan begerak maju mundur, bertukar tempat kemudian membentuk konfigurasi huruf Z lalu berubah menjadi S, moomani atau ibing merupakan sebutan gerakan yang dinamis yang ditampilkan. Klimaks dari tarian ini adalah ketika para penanari terus melakukan moomani kemudian menebaskan parang kepada pohon pisang, sampai pohon pisang itu jatuh bersamaan ke tanah. Penutup dari tarian ini adalah para penari membentuk konfigurasi setengah lingkaran sambil saling mengaitkan tangan lalu menggerakannya naik turun sambil mengimbangi kaki yang maju mundur. Tarian ini diiringi oleh musik yang berasal dari alat musik gendang dan gong besar (tawa-tawa) dan gong kecil (ndengu-ndengu). Untuk mengiringi tarian ini hanya dibutuhkan tiga orang penabuh alat musik tersebut sementara dalam memainkan tarian ini dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai property pendukung. Namun pada perkembangannya tidak semua rangkaian gerakan dalam tarian ini di pertunjukkan, karena mengingat durasi waktu yang terkadang dibatasi, terutama pada penyambutan tamu kenegaraan yang waktunya haya terbatas
Sejarah mencatat ritual pe-olia merupakan sarana untuk mengelar tarian Lumense. ritual pe-olia adalah ritual penyembahan kepada roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan aneka jenis makanan. Ritual ini dimaksudakan agar kowonuano berkenan mengusir segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon pisang. Tarian ini juga sering ditampilkan pada masa kekuasaan Kesultanan Buton. Seiring dengan perkembangan, fungsi tari Lumense pun mulai bergeser. Ada pendapat yang mengatakan bahwa tari Lumense bercerita tentang kondisi sosial masyarakat Kabaena saat ini. Corak produksi masyarakat Kabaena adalah bercocok tanam atau bertani, masyarakat masih melakukan pola tradisional yaitu membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara parang yang dibawa oleh para pria menggambarkan para pria yang berprofesi sebagai petani. Simbol pohon pisang dalam tarian ini bermakna bencana yang bisa dicegah. Oleh karena itu klimaks dari tarian ini adalah menebang pohon pisang. Artinya, setelah pohon pisang tumbang bencana bisa dicegah. Namun sekarang tari Lumense sudah tidak lagi menjadi ritual pengusiran roh. Akan tetapi, Tari Lumense masih dianggap memiliki nilai spiritual. Masyarakat setempat menganggap tari lumense adalah tari “ penyembuh”.
Itulah informasi singkat tentang Tari Tradisional Lumense dari Sulawesi Tenggara, mari kita kenali dan cintai kebudayaan bangsa kita, apabila ada salan informasi sampaikan saran dan masukkan melalui contact. Salam Budaya.
0 Response to "Tari Tradisional Sulawesi Tenggara " Lumense " "
Posting Komentar