Ponorogo, merupakan sebuah kota yang terletak di barat laut jawa
timur., disana lah tempat lahir nya kesenian reog. Apa itu reog ? Reog
adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian
barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya.
Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut
tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di
Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu
kebatinan yang kuat. Awal mula terbentuk nya reog adalah sebagai media
perlawanan KI Ageng Kutu terhadap maja pahit, karena ketidak setujuan nya
terhadap istri sang raja yang berasal dari cina dan pemerintahan yang korup.
Bentuk reog sendiri sangat lah indah, namun terlihat
menyeramkan, terdiri dari kepala barong atau singa dan bulu-bulu merak yang di
rangkai sehingga menyerupai kipas, itu melambangkan kekuasaan sang raja.
Kesenian barong biasa nya di pentaskan bila ada acara-acara resmi seperti
pernikahan, khitanan atau hari-hari besar nasional. Tujuan nya selain untuk
menghibur tentu saja sebagai pengobar semangat orang-orang di sekitar nya.
sekarang ini kesenian reog tidak hanya dapat di saksikan di ponorogo namun juga
sudah ada di daerah-daerah lain, karena kesenian reog sudah dijadikan sebagai
kesenian milik Indonesia dan harus di jaga kelestarian nya. hal yang unik dan
menarik dari pertunjukan reog I ni adalah cara sang pemain memakai topeng reog
yaitu dengan cara digigit, dapat di bayangkan bukan, memegang topeng reog yang
sangat besar dengan kekuatan gigi ? hebat sekali bangsa kita ini.
Sejarah
reog di Ponorogo mulai menjadi suatu
pertunjukan pada tahun 1920. Dalam pertunjukan ini selain reog, dapat kita
jumpai pula bujangganong dan penari kuda kepang. Cerita yang populer dan
berkembang di masyarakat terdapat lima versi tentang asal usul Reog dan Warok, tetapi
cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu,
beliau seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi yang menjabat sebagai Raja
Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Pada waktu itu Ki Ageng Kutu marah
terhadap pengaruh yang kuat dari pihak istri raja majapahit yang berasal dar
Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia
pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan
mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda,
ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda
ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa
pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki
Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan
"sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog
menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan
topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singa Barong" , raja hutan, yang menjadi
simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya
yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh
kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan
pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan
warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki
Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih
dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya
menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya,
pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk
melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri
masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer
di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono
Sewandono, Dewi Sonngolangit, dan Sri Genthayu. Sedangkan Versi resmi, alur cerita
Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar
putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh
Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan
singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja
Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh Warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini
memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara
Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya,
para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.
Hingga saat ini masyarakat Ponorogo
hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya
yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia
yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan
terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang
awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut
garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Pementasan Seni Reog
Reog modern biasanya dipentaskan
dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar
Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian
pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan
pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini
menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang
dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini
biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini
dinamakan tari Jarang Kepang atau jathilan, yang harus dibedakan dengan seni
tari lain yaitu tari Kuda Lumping
Tarian pembukaan lainnya jika ada
biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut
Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah tarian pembukaan selesai,
baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog
ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah
adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita
pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya
tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara
pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan
penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh
pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam
pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah Singa Barong,
dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat
dari bulu burung Merak. Berat topeng ini bisa mencapai
50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan
untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga
dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti Puasa dan Tapa.
Tokoh-tokoh dalam seni Reog
1.
Jathilan (depan)
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu
tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan
prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh
penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan.
Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan
ekspresi atau greget sang penari.
Jathilan ini pada mulanya ditarikan
oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang
cantik. Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an ketika
tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan
Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan alasan
lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo
lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis
gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.
2.
Warok
Kata "Warok" berasal dari kata wewarah adalah orang yang
mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok
adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya,
seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada
orang lain tentang hidup yang baik.Warok iku wong kang wus purna saka
sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah
sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin. warok adalah salah satu penari dalam seni reog. Kadang ia diterjemahkan sebagai sosok yang dikenal sebagai seseorang yang "menguasai ilmu" (ngelmu) dalam pengertian Kejawen. Ia juga sering berperan sebagai pemimpin lokal informal dengan banyak pengikut. Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal/punggawa raja Klana Sewandana (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan dengan bantuan tongkat.
Pada awalnya warok digambarkan sebagai sosok pengolah kanuragan yang demi pencapaiannya ilmunya, tidak berhubungan dengan wanita, melainkan dengan bocah lelaki berumur 8-15 tahun yang acapkali disebut gemblakan. Seringkali para warok juga mengonsumsi minuman keras. Namun saat ini warok telah mengalami perubahan paradigma.
Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin. warok adalah salah satu penari dalam seni reog. Kadang ia diterjemahkan sebagai sosok yang dikenal sebagai seseorang yang "menguasai ilmu" (ngelmu) dalam pengertian Kejawen. Ia juga sering berperan sebagai pemimpin lokal informal dengan banyak pengikut. Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal/punggawa raja Klana Sewandana (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan dengan bantuan tongkat.
Pada awalnya warok digambarkan sebagai sosok pengolah kanuragan yang demi pencapaiannya ilmunya, tidak berhubungan dengan wanita, melainkan dengan bocah lelaki berumur 8-15 tahun yang acapkali disebut gemblakan. Seringkali para warok juga mengonsumsi minuman keras. Namun saat ini warok telah mengalami perubahan paradigma.
3.
Barongan (Dadak
merak)
Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih). Krakap terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan identitas group reog. Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.
Dadak merak adalah topeng yang digunakan dalam tarian Reog. Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram. Dadak merak juga digunakan dalam pesta mantu Jawa. Dadak merak merupakan topeng yang digunakan pada Reog
Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih). Krakap terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan identitas group reog. Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.
Dadak merak adalah topeng yang digunakan dalam tarian Reog. Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram. Dadak merak juga digunakan dalam pesta mantu Jawa. Dadak merak merupakan topeng yang digunakan pada Reog
4.
Klono Sewandono
5.
Bujang Ganong
(Ganongan)
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah
salah satu tokoh yang enerjik, kocak
sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.
sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.
0 Response to "REOG” KESENIAN KHAS PONOROGO "
Posting Komentar